Dampak Tambang Ilegal Bagi Lingkungan

Share this post on:

Tambang ilegal atau tambang liar mengacu pada kegiatan penambangan yang dilakukan tanpa izin atau melannggar regulasi yang ada. Kegiatan ini juga berdampak bagi kerusakan lingkungan khususnya di kabupaten Berau.

Dampak negatif yang ditimbulkan akibat penambangan yang tidak terkontrol ini menyebabkan erosi tanah, banjir, penurunan kualitas air, hilangnya keanekaragaman hayati, pencemeran udara serta berkontribusi terhadap perubahan iklim dan masalah kesehatan.

Salah satu dampak yang sering terjadi di kabupaten Berau adalah banjir. Hujan deras yang melandaa kabupaten Berau sejak 12 Mei lalu atau sehari sebelum Idul Fitri 1442 Hijriah, membuat Sungai Kelay dan Sungai Segah meluap. Akibatnya, jalan kampung Bena Baru terputus, dan rumah-ruumah warga terendam banjir.

(Sumber : Berau Terkini)

Sungai Kelay biasanya meluap setiap tahunnya. Namun, pada tahun itu disebut berbeda. Biasanya warga telah bersiap menghadapi banjir pada bulan Desember dan Januari. Tapi kali ini tidak. Sungai meluap justru di pertengahan tahun. Warga tidak siap karena banjir kali ini di luar siklus tahunan.

Hingga Senin, 17 Mei 2021, belum ada tanda-tanda banjir surut. Bahkan sejumlah kampung yang semula sudah kering kembali tergenang air setinggi 50-70 sentimeter. Kampung- kampung yang melaporkan kembali terendam di kecamatan Kelay yakni Long Beliu, Merasa, Long Sului, Muara Lesan, dan Lesan Dayak.

Luapan Sungai Kelay itu merembes hingga tanggul tambang batu bara milik PT Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB) hingga pada Minggu (16/5/2021). Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur, menilai banjir yang terjadi disebabkan pertambangan batu bara yang ada disekitar lokasi.

Berikut adalah sejumlah fakta temuan JATAM Kalimantan Timur:

  1. Dari total 94 konsensi tambang batu bara (93 IUP dan 1 PKP2B) yang diterbitkan oleh pemerintah di kabupaten Berau, terdapat 20 konsensi tambang batu bara yang berada di sisi Sungai Segah dan Sungai Kelay. Dari jumlah tersebut 7 konsensi tambang di antaranya berada di hulu Sungai Kelay. JATAM Kaltim menduga bahwa praktek penambangan di hulu Sungai Kelay dan Sungai Segah menjadi biang kerok pemicu banjir yang terjadi beberapa tahun ini di kabupaten Berau.
  2. Dari total 94 izin tambang di Berau, terdapat 16 perusahaan tambang yang telah melakukan penambangan. Namun daya rusaknya sudah sangat parah, apalagi jika seluruh perusahaan tambang itu beroperasi.
  3. Sepanjang tahun 2020 hingga 2021, terdapat 11 lokasi tambang ilegal yang beroperasi di kabupaten Berau, semua terkonsentrasi di 3 kecamatan, yakni Kecamatan Tnajung Redeb, Kecamtan Teluk bayur, dan Kecamatan Gunung Tabur.
  4. Hingga tahun 2018, terdapat 123 lubang tambang batu bara di kabupaten Berau, dan perusahaan dengan jumlah lubang tambang terbanyak adalah PT.BERAU Coal, yakni sebanyak 45 lubang tambang.
  5. Jarak antara tepi lubang tambang Rantaupanjang Utama Bhakti (RUB) dengan Sungai Kelay hanya kurang lebih 400 meter. Dengan demikian, PT. RUB diduga telah melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2012 tentang indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan Kegiatan Penambangan Terbuka batu bara yang mensyaratkan batas minimal jarak adalah 500 meter. Tidak hanya PT. RUB, sebagian besar konsensi-konsensi tambang yang diterbitkan pemerintah telah melanggar Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kaltim No. 1 Tahun 2016 yang menyatakan jarak minimal tambang dengan pemukiman adalah 1 KM.

Oleh karena itu, JATAM Kaltim mendesak kepada pemerintah:

  1. Segera lakkukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap semua perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Berau.
  2. Selama proses audit berlangsung, bekukan seluruh aktivitas tambang.
  • Lakukan langkah penegakan hukum yang tegas dan terbuka atas perusahaan tambang yang bermasalah, dan
  • Segera pulihkan seluruh kerusakan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang batu bara di Kabupaten Berau.

Banyaknya tambang batu bara ilegal yang terjadi di sejumlah titik di kabupaten Berau, Ketua Dewan Rakyat Dayak (DRD) Wilayah Kalimantan Timur, Siswansyah menanggapi dengan tegas bahwa para penambang telah melanggar hukum. Mereka juga merugikan negara karena setiap batu bara yang di transaksikan tidak membayar pajak.

“Kegiatan ilegal minning ini sudah berjalan hampir 2 tahun lebih, sampai saat ini tidak ada tindakan hukum yang masih terkait kegiatan tambang ilegal itu siapa yang ambil apakah masuk ke negera dan sudah ribuan ton selama kegiatan tersebut berlangsung,” ujarnya kepada Gatra.com.

Sejumlah penyebab yang menjadi alasan maraknya tambang ilegal tersebut, disebutkan adanya pembiaran dari pihak berwenang, kurangnya pengawasan, dan kurangnya fasilitas perizinan.

Sehingga warga Berau merasa resah dengan praktik pertambangan batu bara ilegal di wilayahnya. Pertambanga ilegal dianggap berdampak negatif terhadap pelestarian lingkungan di Berau. Akibat dari aksi penambangn ilegal warga Berau beserta pemuda peduli lingkungan melakukan penolakan yang dilakukan dengan menggelar aksi unjukrasa, Kamis (7/5/2021).

“Kami menolak tambang yang tidak ada izinnya, jelas hal ini merusak lingkungan,” kata koordinator Aliansi Masyarakat dan Pemuda Peduli Lingkungan (AMPL) Berau Lukman saat dihubungi, Kamis (7/5/2021). Puluhan warga bergabung dalam AMPL menggelar aksi demo penolakan tambang ilegal ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau.

Dengan demikian, pemerintah seharusnya dapat melakukan upaya-upaya untuk aksi tambang ilegal tersebut:

Pertama, pemerintah perlu melakukan penegakan aturan untuk semua bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh kegiatan tersebut, terutama menyasar cukong dan pemodal dan beking yang banyak mengambil keuntungan dari bisnis gelap ini, termasuk penghindaran terhadap pajak dan retribusi lainnya.

Kedua, perlu dilakukan edukasi masyarakat terkait dampak negatifnya dengan melibatkan pemangku kepentingan.

Ketiga, menyediakan akses finansial bagi pertambangan rakyat skala kecil, misalnya dengan membuka cabang perkreditan di dekat lokasi pertambangan rakyat.

Keempat, menydiakan akses untuk peralatan dan bahan yang dibutuhkan dalam operasi pertambangn rakyat skala kecil serta menyediakan akses resmi pasar produk pertambangan rakyat.

Diharapkan dengan upaya tersebut aksi pertambangan ilegal tidak lagi dilakukan. Dengan begitu, dampakanya tidak lagi kita rasakan.

Oleh : Nia Ramadani

Share this post on:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *